STUDI BANDING ANTARA PEMBIAYAAN MUDHARABAH PADA BPR SYARI’AH VERSUS KREDIT USAHA PADA BPR KONVENSIONAL

Penulis

  • Asti Marlina

DOI:

https://doi.org/10.32832/moneter.v1i1.210

Abstrak

Kondisi perbankan Indonesia yang mengkhawatirkan akibat adanya krisis ekonomi yang melanda Indonesia berdampak negatif bagi para pengusaha yang membutuhkan modal untuk memperluas dan mempertahankan usahanya, khususnya para pengusaha menengahh ke bawah. Suku bunga yang tinggi yang ditetapkan oleh Bank membuat para pengusaha menengah ke bawah tersebut kesulitan mendapatkan modal tambahan untuk usahanya.
BPR Syari’ah yang menerapkan sistem bagi hasil berusaha memberikan solusi kepada para pengusaha tersebut. Hanya sayangnya, banyak para pengusaha yang belum mengetahui tentang cara pembagian hasil usaha, baik dari segi perhitungan, maupun segi prosedurnya.
Sistem bagi hasil yaitu suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dan peminjam dana, yang terjadi antara Bank dengan penyimpan dana maupun antara Bank dan penerima dana.
Cara perhitungan bagi hasil pada pinjaman adalah dengan menghitung hasil usaha perbulan dan bagi hasil berdasarkan proporsi yang telah disepakati bersama.Misalnya 25 % : 75% dimana 25 % adalah untuk bank sebagai penyedia dana dan 75 % adalah untuk nasabah sebagai pengelola dana Bagi hasil ini diambil dari laba bersih usaha debitur setelah dikurangi biaya-biaya. Termasuk biaya penyusutan apabila modal tersebut termasuk investasi, seperti membeli gedung atau kendaraan.
Namun penggalangan dana dari pihak ketiga pun memegang peranan penting. Pembagian hasil usaha antara bank dengan pihak ketiga dilakukan setiap awal bulan dengan cara menghitung terlebih dahulu saldo rata-rata penabung kemudian dibagi dengan jumlah tabungan dan pemodal dikalikan dengan pendapatan bank dan nisbah bagi hasil. Untuk tabungan nisbah bagi hasilnya 40 % : 60 % dimana 40% adalah untuk penabung dan 60 % adalah untuk bank.
Sistem bagi hasil ini cenderung lebih menguntungkan para debitur. Pada sistem bunga, apabila deitur terlambat membayar cicilan maka akan dikenakan denda atau dikenal dengaan sistem bunga berbunga sedangkan pada sistem bagi hasil hal itu tidak ada. Apabila debitur mengalami kerugian, BPR Syari’ah memberikan keonggaran tanpa ada denda. Sedangkan pada BPR Konvensional, tidak peduli debitur mengalami kerugian atau untung, debitur tetap harus membayar cicilan yang telah ditetapkan dimuka.

Diterbitkan

2016-04-12

Cara Mengutip

Marlina, A. (2016). STUDI BANDING ANTARA PEMBIAYAAN MUDHARABAH PADA BPR SYARI’AH VERSUS KREDIT USAHA PADA BPR KONVENSIONAL. MONETER, 1(1). https://doi.org/10.32832/moneter.v1i1.210

Terbitan

Bagian

Artikel